WANITA itu hanya mampu menatap dari celah luar pagar kantor bupati, tentang keriuhan pesta perayaan Serah Terima Jabatan Bupati dan Wakil Bupati Karawang, Selasa (23/2). Dengan tongkat penyangga, ditemani dua anaknya yang masih kecil, sepertinya ia tak kuasa untuk menembus halaman gedung kantor simbol hegemoni daerah Karawang tersebut. Padahal saat itu tengah ada makanan gratis, yang pasti akan sangat berarti bagi dia dan dua anaknya.
Nenen, demikian nama wanita paruh baya berumur 54 tahun asal Rengasdengklok tersebut. Setiap hari ia melakoni pekerjaan yang dianggap hina oleh sebagian besar masyarakat, bahkan oleh dirinya sendiri, yakni meminta-minta . Jujur, bagi dia di setiap langkah jalan yang ia tempuh, hatinya terus berharap dan berdoa, mudah-mudahan ada Bupati dan Wakil Bupati yang bisa lebih memerhatikan kaum termarjinalkan seperti dirinya.
“Dalam hati saya mah nangis Pak, mikirin anak. Dia pasti malu mempunyai orang tua yang bekerja seperti ini. Tapi mau gimana lagi, saya tidak punya apa-apa, yang saya bisa lakukan hanya mengemis. Semata-mata agar semua anak saya bisa terus lanjut sekolah dan bisa makan,” ujar Nenen, kepada Spirit Karawang.
Dia bercerita, saat ini hidup bersama keempat anaknya yang masih kecil. Ia ditinggalkan oleh suaminya dua tahun lalu saat anak bungsunya berusia 9 bulan. Anak pertama (laki-laki) dan yang kedua (perempuan) sudah duduk dibangku kelas 5 dan 3 SD. Setiap hari Nenen yang kaki kanannya tidak sempurna, berangkat pukul 7 pagi setelah menyiapkan pakaian untuk kedua anaknya yang akan pergi sekolah.
Ia pun sempat menyiapkan sarapan dengan yang seringnya hanya nasi dan garam hasil pemberian. Lalu anaknya yang ke 3 dan ke 4 yang masih berumur 3 dan 5 tahun dibawa oleh dia untuk ikut meminta-minta.
“Kadang yang baik ngasih, ada juga yang malah maki-maki” ujarnya.
Setiap hari ia pulang ke rumah sekitar pukul sebelas malam. Selama itu juga kedua anaknya di rumah tidak makan lagi selepas mereka diberi sarapan sebelum berangkat ke sekolah, Nenen juga mengakui, selama ini belum pernah menerima bantuan dari pemerintah, entah itu keperluan sekolah anaknya ataupun keperluan makan seluruh anggota keluarganya.
“Belum ada bantuan sama sekali Pak. Saya meminta-minta ke orang itu ya buat keberlangsungan hidup anak-anak saya,” ujarnya.
Nenen hanyalah salah seorang yang menggambarkan masih ada ketimpangan sosial di Karawang. Di tengah-tengah pertumbuan industri yang semakin subur dan pembangunan-pembangunan hotel yang menjulang tinggi, Nenen menyelipkan harapan yang tidak kalah tinggi dari banguan hotel-hotel itu. Ia berharap kelak anaknya yang pertama bisa melanjutkan sekolah ke pondok pesantren. Lalu ke 3 anaknya yang lain bisa sekolah tinggi dan kerja untuk menghidupi mereka sendiri.
“Kalau saya mah, nunggu mereka sukses, lalu saya berhenti minta-minta. Takutnya mereka malu mempunyai ibu tukang minta-minta seperti saya, terlepas tujuan saya meminta itu untuk apa,” ujarnya. (cr3)