PURWAKARTA, Spirit – Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi didampingi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II (PJT II) Jatiluhur Djoko Saputro hari Senin (14/11) melakukan pemantauan keadaan debit air di Waduk Jatiluhur. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memastikan jumlah debit air masih bisa terkontrol melalui sistem pada PJT II.
Berdasarkan pantauan, aliran air yang berasal dari Waduk Saguling dan Waduk Cirata meskipun dalam kondisi diatas normal tetapi masih bisa ditangani oleh pihak PJT II Jatiluhur. Bahkan pihak PJT II sudah memang 50 alat pengontrol debit air di Sungai Citarum
“Kondisinya memang diatas normal, tetapi masih aman, ambang batas permukaan air waduk itu 109 MdPL sekarang masih di titik 107,5 MdPL, ada 50 alat pendeteksi debit air juga sudah kami sebar,” kata Direktur Utama PJT II Jatiluhur Djoko Saputro.
Di Desa yang masuk ke dalam wilayah Daerah Aliran Sungai Citarum tersebut, Djoko juga sempat menjelaskan bahwa pihaknya terus melakukan pemantauan selama 24 Jam. Aliran dari Waduk Saguling dan Cirata saat ini masih terpantau sebanyak 450 m3/detik sementara kondisi diatas normal paling tidak harus mencapai titik 900 m3/detik.
Terkait banjir di Kabupaten Karawang, Djoko menuturkan bahwa banjir tersebut bukan berasal dari luapan air Sungai Citarum tetapi berasal dari Sungai Cibeet. Sanggahan ini dia sampaikan berdasarkan data yang sudah ia kemukakan diatas.
“Kita masih bisa menangani debit air Waduk Jatiluhur, jadi tidak benar kalau ada yang mengatakan banjir itu berasal dari Citarum, saya sampaikan banjir tersebut berasal dari luapan Sungai Cibeet,” jelas Djoko.
Sementara itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan perubahan lingkungan di kawasan hulu terutama daerah selatan Jawa Barat mempengaruhi arus air sehingga aliran air di sungai melaju dengan cepat.
Perubahan lingkungan yang dimaksud tersebut adalah perubahan alih fungsi resapan air menjadi kawasan komersial dan perumahan, menyikapi kondisi ini dia mengusulkan evaluasi terhadap Rencana Tata Ruang dan Wilayah di seluruh Kabupaten/Kota.
“Seluruh aktifitas yang merusak wilayah resapan air itu harus segera dihentikan. Kalau selatan Jawa Barat rusak maka dampaknya ke Utara bahkan sampai Ibu Kota Jakarta,” ujar Dedi. (riz)