Cianjur, Spirit – Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, menyebut provinsi yang dipimpinnya selama puluhan tahun jadi lumbung beras terbesar nasional. Namun demikian, kondisi ini rupanya tak sebanding dengan kesejahteraan petaninya.
Indikatornya, kata Aher, dilihat dari penerima rasta atau beras sejahtera (dulu raskin) di Jawa Barat yang mayoritas petani.
“Jangan heran petani yang suguhkan kita semua bahan pangan pertanian, juga ternyata pengkonsumsi beras raskin. Di Subang, di Kawarang, Indramayu itu sentra unggulan, saat mereka penghasil beras paling banyak, tapi di sisi lain mereka juga penerima raskin paling banyak,” ucapnya di acara Integrasi Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang Komoditas (PLK) di Pendopo Kabupaten Cianjur, Senin (5/12).
Menurut Aher, posisi petani gabah selalu jadi dilema dalam kebijakan pemerintah pusat. Saat harga beras naik sedikit agar petani bisa menikmati untung banyak, tapi harga di konsumen mengalami kenaikan.
“Saya sering katakan, harga pangan khususnya beras penilaiannya jangan hanya harga ekonomi saja, tapi juga harga kesejahteraan. Petani masih begitu-begitu saja. Harga stabil, tapi nggak bermakna karena petani nggak dapat untung,” ungkap Aher.
“Harga stabil, tapi harganya memadai. Saya khawatir sekali nggak ada yang bercita-cita jadi petani. Sekarang agak susah cari petani usia di bawah 40 tahun. Sekolahnya hanya lulusan SD dan jebolan SD atau SD pun nggak tamat. Ini fakta riil,” tandasnya.(ist)