Tak Berizin, Warga Hentikan Kegiatan Peribadatan di Gereja

RENGASDENGKLOK, Spirit
Lagi-lagi aksi penolakan warga tehadap pendirian gereja kembali terjadi. Pos pelayanan yang didirikan jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Dusun Krajan Barat Kampung Galunggung Desa Amansari Kecamatan Rengasdengklok, ditolak ratusan warga dan berbagai ormas Islam di wilayah kecamatan tersebut, Selasa (13/6).
Akibat dari munculnya reaksi besar masyarakat dan dikhawatirkan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan, Muspika Kecamatan Rengasdengklok segera memanggil kedua belah pihak untuk dilakukan musyawarah dengan menghadirkan pewakilan dari Gereja HKBP Rengasdengklok, warga Galunggung, FPI Karawang, Ketua MUI Kecamatan Rengasdengklok, dan LSM Kompak.
Dalam mediasi yang berlangsung di aula kecamatan Rengasdengklok, para tokoh agama dan MUI mengutarakan alasan tidak diizinkannya didirikannya rumah ibadat, karena dihawatirkan dapat mengganggu keimanan umat Muslim dan adanya upaya kristenisasi.
“Awal berdirinya saya tidak tahu, sebelumnya pada tahun 2011 pernah ada kesepakatan antara warga dengan perwakilan rumah ibadah untuk tidak melakukan kegiatan lagi. Ternyata pengurusnya ganti. Begitu ganti kepengurusan, kembali buat kegiatan lagi,” ujar Kepala desa Amansari, Hanapi Zaenudin, kepada Spirit Jawa Barat, Selasa (13/6).
Masih kata Hanafi, jika dia tahu dari awal, tentunya pihak pemerintahan desa Amansari tidak akan mengizinkan dan tidak akan membiarkan kegiatan berlangsung. “Pihak desa sudah berupaya mencegahnya, namun kegiatan terus berlangsung,” ucapnya.
Hal senada dikatakan Ketua Harian LSM Kompak, Ahmad Mukron yang menolak keras kegiatan dan pendirian Pos Pelayanan Gereja HKBP di Desa Amansari. Menurutnya hal ini mengundang permasalahan di masyarakat yang dikhawatirkan menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan yang merugikan masyarakat dan gereja itu sendiri.
“Permasalahan ini bukan hanya sekali, tetapi sudah sering kali, dan bahkan berulang kali. Oleh karena itu, maka mereka kita kumpulkan di sini, duduk bersama, supaya semua ini clear,” ujarnya.
Dikatakannya, warga dan ormas menolak keras dan menginginkan semua kegiatan tersebut dihentikan dan tidak lagi terulang di waktu yang akan datang.
“Kedepan jangan main, cara sendiri. Aturan mekanisme harus dipakai. Artinya jangan bikin rugi masyarakat, kalau terulang kembali,” pungkasnya.
Dalam mediasi tersebut berhasil disepakati oleh perwakilan Gereja HKBP Rengasdengklok dalam perjanjian tertulis diatas materai tidak akan melakukan kegiatan peribadatan lagi di dusun Krajan Barat selama belum terpenuhi pesyaratan yang berpedoman pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam negeri nomor 9 dan nomor 8 tahun 2006 dan menjaga kerukunan umat beragama.
Sementara itu, perwakilan dari Resor HKBP Karawang, Ch Silalahi mengatakan paparan dalam musyawarah ini sudah sesuai dengan aturan. Kami menerimanya tidak mungkinlah kami memaksakan kehendak.
“Tapi yang namanya di lapangan, kadang saudara-saudara kita ada yang miskomunikasi. Pada intinya kami tidak diterima lingkungan maka tidak nyaman beribadah dan tidak mungkinlah memaksakan kehendak. Harapan kami saudara-saudara dari sektor HKBP kalau bisa beribadah di 4 gereja yang ada di Rengasdengklok,” ucapnya.
Masih kata dia, secara spesifik di Rengasdengklok sudah ada 4 gereja, dan bahkan bisa beribadah ke Gereja HKBP yang ada di Karawang. Dan perlu diketahui yang ada di Desa Amansari merupakan Pos Pelayanan bukan rumah ibadat.
“Secara ijin hukum kami belum resmi, kami belum minta ijin. Karena riaknya sudah ada, tidak mungkinlah memaksakan kehendak.Kami ingin semua menghargai hasil kesepakatan ini,” pungkasnya Silalahi. (sep)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *