PURWAKARTA, Spirit – Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi mengeluarkan Surat Edaran (SE) No 241.7/2014/Disdikpora Tentang Pemberian Tugas Kreatif Produktif Pengganti Pekerjaan Rumah (PR) dan Larangan Penyelenggaraan Karya Wisata bagi setiap pelajar dari jenjang SD, SMP hingga SMU di Kabupaten Purwakarta, Senin (5/9). SE keluar karena selama ini PR bagi siswa umumnya berupa materi akademis yang serupa dengan pekerjaan di sekolah.
Materi seperti itu, menurut dia, sebaiknya dituntaskan di sekolah. Ia berharap PR dibedakan dari pekerjaan sekolah. PR sebaiknya berupa praktik terapan yang berhubungan dengan teori yang diajarkan di sekolah.
“PR itu yang aplikatif. Misalnya biologi, siswa disuruh membuat makanan tradisional yang berasal dari menanam kacang hijau di kebun, membuat kandang ternak yang sehat , serta membuat kain tenun dan praktek lainnya,” katanya di tengah acara sosialisasi SE tersebut, di Pendopo Purwakarta, awal pekan ini.
Menurut Dedi pula, PR yang diberikan guru kepada pelajar harus berbeda-beda sesuai dengan minatnya dan ini terapan ilmu yang lebih kreatif dibandingkan PR akademis yang terkesan normatif. “Buat PR yang menjadi hobi siswa. Jadi setiap siswa diberi PR satu-satu sesuai minat dan bakatnya.”
Tidak hanya itu untuk menjaga nama baik tenaga pengajar di Kabupaten Purwakarta ia meminta para guru di daerahnya mengurangi kegiatan pengiriman foto pribadi yang cenderung “lebay” (berlebihan) di media sosial (medsos), karena bisa menimbulkan opini negatif di masyarakat.
“Tidak boleh ada posting yang tidak jelas lagi. Seperti foto mau naik pesawat, jalan-jalan sambil bawa barang oleh-oleh dan meminta agar didoakan apalagi foto-foto mesra. Sekalipun dengan istri atau suami,” ujar Dedi.
Ia mengungkapkan mengirim hal-hal pribadi di mesos dengan alasan “curhat” atau lain-lain, itu dilarang, karena medsos merupakan sarana atau fasilitas yang kegunaannya untuk kepentingan sosial. Segala sesuatu yang dipasang di media sosial, lanjut dia, otomatis akan diketahui jutaan orang.
Karena itu, jika menggunakan medsosi mulailah dengan melakukan kebiasaan positif. “Apalagi seorang guru atau pejabat, maka harus bisa membedakan mana hal yang lebih bermanfaat mana yang tidak untuk diketahui banyak orang,” katanya.
Dedi menilai, jika seorang guru maupun pejabat terlalu mengumbar kebiasaan pribadi di media sosial, itu kurang bermanfaat, publik akan beropini yang buruk. “Penilaian publik pasti kerja pejabat itu hanya main-main. Apalagi muncul komentar-komentar tidak sopan yang tidak mencerminkan seorang pejabat atau guru.”
Bupati menyarankan, para guru mengirim hal-hal positif, seperti keberhasilan anak didiknya dalam meraih juara perlombaan, gotong royong atau hal-hal positif lainnya.(riz)