NEW DELHI, Spirit
Mahkamah Agung India meminta semua negara bagian untuk merumuskan kebijakan yang seragam untuk memberikan peningkatan kompensasi kepada korban perkosaan maupun korban bentuk kekerasan seksual lainnya. Mahkamah Agung India menilai bantuan tersebut sangat penting untuk rehabilitasi korban yang selamat.
Para aktivis dan pengacara korban pemerkosaan memaparkan bahwa sikap konservatif dan sistem patriarki di India membuat korban kekerasan seksual sering kali dijauhi oleh keluarga dan komunitas mereka. Para korban bahkan kerap disalahkan atas kekerasan seksual yang dilakukan terhadap mereka.
Banyak korban perkosaan yang justru dikucilkan dari rumah mereka dan tidak mampu membayar biaya untuk memperjuangkan keadilan melalui hukum. Sistem peradilan India yang kekurangan sumber daya juga membuat kasus perkosaan di India berlarut-larut dan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk selesai.
India yang memiliki 29 negara bagian dan tujuh wilayah persatuan memiliki kebijakan yang berbeda-beda soal dukungan dan kompensasi kepada korban kekerasan seksual. Beberapa negara bagian, seperti Maharashtra tidak menyediakan bantuan keuangan formal, sementara negara bagian Goa menyedikan kompensasi senilai 1 juta rupee, atau sekitar Rp196 juta.
“Semua negara bagian dan wilayah persatuan akan berupaya merumuskan skema yang seragam untuk memberikan kompensasi kepada korban perkosaan/eksploitasi seksual,” bunyi perintah dari Hakim M.Y. Iqbal dan Arun Mishra.
“Tak dapat disangkal, bahwa tidak ada jumlah uang yang dapat mengembalikan martabat dan keyakinan korban yang direnggut oleh terdakwa. Tidak ada jumlah uang yang dapat menghapus trauma dan kesedihan yang diderita korban. Bantuan ini dapat menjadi sangat penting setelah kejahatan terjadi,” bunyi pernyataan itu.
Mahkamah Agung India merilis perintah itu pada Kamis (11/2) setelah mendengar permohonan yang diajukan oleh seorang pria yang dihukum di negara bagian Chhattisgarh karena menantang vonis penjara tujuh tahun terhadapnya karena mengeksploitasi seorang gadis buta secara seksual dengan janji palsu akan dinikahi.
Pengadilan menolak permohonannya dan memerintahkan negara bagian Chhattisgarh untuk memberikan kompensasi kepada korban sebesar 8.000 rupee (Rp1,5 juta) per bulan selama sisa hidup sang perempuan.
Jumlah perkosaan di India naik sembilan persen menjadi 33.707 kasus pada 2014, menurut data terbaru dari biro Kejahatan nasional.
Pemerkosaan seorang wanita di sebuah bus di Delhi pada Desember 2012 memicu unjuk rasa publik besar-besaran, yang memaksa pemerintah untuk memberlakukan hukuman yang lebih berat pada pelaku kejahatan seksual.
Pemberlakukan hukuman itu termasuk hukuman mati bagi pemerkosa yang melanggar hukum berulang kali, mempidanakan penguntit dan pelaku perdagangan manusia.
Sejak itu, sorotan media, kampanye dari pemerintah dan program masyarakat sipil meningkatkan kesadaran masyarakat India tentang hak-hak perempuan dan membuat korban berani untuk melaporkan perkosaan yang dialaminya.
Meski demikian, sejumlah kelompok pemerhati hak perempuan menyatakan bahwa saat ini masih banyak korban yang enggan melaporkan kejahatan yang dialaminya karena besarnya risiko tekanan sosial dan keuangan.(cnn)