KARAWANG, Spirit
Masyarakat Karawang harus mewaspadai penyakit demam berdarah dengue (DBD). Pasalnya, DBD saat ini semakin sulit terdeteksi. Meski belum ditetapkan oleh Dinas Kesehatan sebagai kejadian luar biasa (KLB), tapi penyakit DBD di Karawang telah merenggut satu nyawa dalam sebulan terakhir. Pemerhati Kesehatan dan Lingkungan Karawang, Karnadi Adi Kusuma, mengatakan, sebagian penderita DBD saat ini tidak hanya disertai demam tinggi atau bintik merah di kulit. Akan tetapi, saat dirujuk ke rumah sakit, ternyata penderita sudah masuk stadium akhir hingga nyawanya tidak tertolong. “Sekarang banyak jenis nyamuk, dan sudah resisten terhadap obat,” kata Karnadi yang juga Ketua LSM Kesehatan Gerakan Masyarakat Sehat dan Sejahtera (Gema Setara) Karawang. Kata dia, virus DBD sudah berevolusi sehingga sulit terdeteksi. Dia menghimbau jika masyarakat mulai merasakan gejala demam, panas, pusing, dan keluhan serupa DBD, agar segera memeriksakan diri ke puskesmas atau klinik. “Penyakit ini tidak bisa diremehkan, saya harap masyarakat lebih waspada,” kata Karnadi. Magister hukum kesehatan Universitas Katolik Soegipranoto Semarang ini juga mendesak pemerintah untuk tanggap menangani kasus DBD. Karena, DBD sudah menelan korban jiwa. Korban jiwa tersebut berasal dari Kecamatan Klari.
“Harus ada gerakan dari pemerintah. Masyarakat juga harus berperan aktif memberantas sarang nyamuk. Apalagi tren penderita DBD terus meningkat sejak awal bulan. Ini harus jadi perhatian khusus, tidak boleh semuanya diam,” tandas dia.
Karnadi mengatakan, menanggulangi DBD jangan hanya mengandalkan pengasapan atau fogging saja. Karena fogging hanya membunuh nyamuk dewasa, sedangkan jentik nyamuk tidak mati karena pengasapan. “Jaga lingkungan agar tidak menjadi sarang nyamuk,” katanya.
Dari data terakhir yang didapat KBE, hingga akhir pergantian bulan, penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aides Aigepty telah membuat satu warga Kecamatan Klari kehilangan nyawa. Bahkan, jumlah penderita DBD per-27 Januari sudah mencapai 71 orang.
“Sudah memakan satu korban meninggal dunia, kita menerima laporan korban meninggal dari Kecamatan Klari, korban meninggal di rumah sakit,” kata Sri Sugihartati, Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Karawang, Rabu (27/1).
Dikatakannya, wilayah Loji, Kecamatan Tegalwaru, merupakan wilayah yang paling banyak terjangkit penyakit DBD. Jumlah penderita DBD asal Loji yang dirawat di rumah sakit, mencapai 17 orang. Disusul kecamatan Kotabaru mencapai 8 orang dan tertinggi ketiga di Kecamatan Pangkalan dengan 7 orang penderita. “Korban meninggal dari Kecamatan Klari, dan terdata di Puskesmas Klari,” kata Sri.
Meski sudah menelan korban jiwa, tetapi Dinas Kesehatan belum menetapkan hal ini menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Karena, dasar menetapkan KLB jika jumlah penderita DBD, melebihi jumlah penderita DBD di periode sebelumnya. Dari data yang ditunjukkan, jumlah penderita DBD bulan Januari tahun lalu, mencapai 73 orang. Sedangkan hingga 27 Januari 2016, baru tercatat 71 orang. “Kita tidak bisa menetapkan KLB karena adanya korban jiwa. Tapi acuannya dari data tahun dan periode sebelumnya,” ungkapnya.
Kepala Dinas Kesehatan Karawang, Yuska Yasin, juga mengatakan penanganan kasus DBD belum perlu ditingkatkan menjadi status KLB. Menurut dia, status KLB bisa dinyatakan ketika angka kasus meningkat 100 persen dari kasus sebelumnya. Pihaknya saat ini menekan jumlah penderita DBD dengan meningkatkan sosialisasi pencegahan DBD melalui PSN (pemberantasan sarang nyamuk). Sosialisasi dilakukan dengan cara jemput bola mendatangi masyarakat.
“Kita sudah instruksikan seluruh puskesmas di Karawang untuk turun ke masyarakat bagaimana melakukan PSN. Selain itu kita juga memberikan abate secara gratis kepada masyarakat yang membutuhkan,” katanya. (yan)