Kades vs Direktur RSUD

KITA sama sekali tidak mengira apabila rebutan pengelolaan perparkiran Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karawang akan berbuntut panjang. Dua pihak yang berseteru, yakni manajemen RSUD Karawang dengan Kepala Desa (Kades) Sukaharja beserta Karang Taruna, masing-masing pada pendiriannya bahwa mereka yang berhak atas pengelolaan parkir. Kondisi tidak elok bukan hanya semata menampilkan adu argumentasi atas hak pengelolaan, akan tetapi sudah sampai pada cekcok orang yang kita anggap bukan sembarangan. Sebagaimana diberitakan pada waktu lalu, di RSUD Karawang berlangsung pertemuan antara pihak RSUD dengan Kades Sukaharja bersama Karang Taruna. Di tengarai pihak aparat Desa Sukaharja tetap meminta agar pengelolaan parkir dilaksanakan oleh lingkungan setempat. Sementara RSUD sudah menetapkan pengelolaan parkir yang baru PT Sigma Park. Pertemuan berakhir kisruh di luar ruang pertemuan ketika calon Wakil Bupati Terpilih Ahmad “Jimmy” Zamakhsyari turut hadir dan terlibat ceksok dengan salah satu ketua LSM yang berada di pihak aparat desa. Dari situ saja sudah menampakkan bahwa persoalan perparkiran di RSUD begitu sarat persoalan.

Tentang alasan Direktur RSUD Karawang Asep Hidayat Lukman menyerahkan pengelolaan perparkiran kepada PT Sigma Park, karena surat perintah kerja (SPK) pengelola yang lama (dalam hal ini Karang Taruna Desa Sukaharja) sudah habis per Desember 2015. Apabila pengelola yang lama tidak menyerahkan pengelolaan ke pengelola baru maka Asep siap membawa ke jalur hukum.

Rupanya pernyataan Direktur RSUD Karawang dijawab oleh Kades Sukaharja Kecamatan Telukjambe Timur Karawang, Ujang Kartiwa, dengan mengerahkan seluruh aparatnya dan Karang Taruna desa itu menduduki lahan parkir yang berada di lingkungan RSUD. Katanya itu merupakan aksi solidaritas aparat dan warga Desa untuk tetap mempertahankan lahan penghasilan desa. Ia pun mengatakan, pendudukan bukan soal lahan parkir semata, tetapi sudah menyangkut harga diri warga.

Mencermati kisruh antara RSUD dengan Kepala Desa dkk, tampaknya sebuah fenomena baru dalam birokrasi. Hal ini tentu apabila dilihat dari etika briokrasi dengan jenjang hirarkinya. Pemerintahan desa merupakan representasi dari unsur pemerintahan yang berada di level paling bawah. Sedangkan RSUD adalah komponen yang ada di Dinas Kesehatan, yang notabene juga bagian dari pemerintahan kabupaten. Oleh karenanya sangat menarik apabila Kades Sukaharja melakukan perlawanan terhadap birokrat yang ada di atasnya dilihat dari hirarki tadi. Apakah sikap kades seperti itu terdorong oleh keyakinan bahwa jabatan kepala desa merupakan jabatan politis karena dipilih rakyat secara langsung, sehingga memiliki hak otonom untuk berbuat apapun?

Apapun itu yang melatarinya, kita berharap “pertikaian” RSUD dengan aparat Desa Sukaharja perlu segera dicarikan solusi yang menenteramkan. Tantangan Direktur RSUD untuk maju ke ranah hukum bila diperlukan, memang bukan sesuatu yang salah. Namun sepanjang ada jalan keluar untuk bermusyawarah juga bukan sesuatu yang jelek, terlebih jika semua sama-sama berkepala dingin.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *