Rugikan Dunia Usaha, Saatnya KADIN JABAR Hentikan Dualisme

Oleh: Galih F. Qurbany, Wakil Ketua Umum Kadin Kabupaten Garut.

DUNIA usaha Jawa Barat sedang diuji. Bukan oleh krisis ekonomi, bukan oleh fluktuasi pasar global, melainkan oleh sesuatu yang lebih berbahaya: dualisme kepemimpinan dalam tubuh Kadin Jawa Barat.

Perpecahan ini bukan sekadar soal siapa yang duduk di kursi ketua, melainkan soal arah, legitimasi, dan masa depan dunia usaha di provinsi terbesar penyumbang PDRB nasional setelah DKI Jakarta.

Pada 24 September 2025 silam, di Hotel Preanger, Bandung. Dengan kehadiran 16 Kadin Kabupaten/Kota dan 6 Anggota Luar Biasa (ALB) yang sah, H. Nizar Sungkar terpilih secara demokratis sebagai Ketua Kadin Jawa Barat.

Pemilihan itu bukan hasil intrik politik, tapi buah konsensus para pelaku usaha yang jenuh dengan kebuntuan, manipulasi, dan konflik internal yang berlarut-larut. Namun ironisnya, pasca Musprov tersebut, muncul pihak-pihak yang mencoba menggiring opini, memelintir fakta, dan menciptakan “versi bayangan” Kadin Jabar demi kepentingan politik tertentu.

Kini, dunia usaha Jawa Barat dihadapkan pada situasi yang absurd: dua bendera, dua narasi, satu kebingungan besar.

Investor menunggu kepastian, pelaku usaha di daerah resah, dan publik bertanya-tanya — siapa sebenarnya Kadin Jabar yang sah?

Dualisme: Virus yang Menggerogoti Dunia Usaha

Dualisme bukan sekadar perbedaan pandangan. Ia adalah virus organisasi yang menggerogoti kepercayaan publik dan mematikan iklim investasi.

Setiap surat rekomendasi, setiap forum bisnis, bahkan setiap MoU dengan pemerintah daerah kini dipertanyakan validitasnya. Akibatnya, agenda-agenda strategis Kadin — yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi daerah — justru terhenti di meja birokrasi karena konflik internal yang tak kunjung selesai.

Pertanyaan paling mendasar: sampai kapan dunia usaha harus menjadi korban dari ego segelintir orang?, Kadin bukan milik pribadi, bukan pula milik partai. Ia adalah rumah besar pengusaha — dari UMKM di Garut, pengrajin di Cirebon, hingga pelaku ekspor di Bekasi. Maka siapapun yang berusaha mencabik rumah ini dengan klaim-klaim sepihak, sesungguhnya sedang menodai semangat kolektivitas dunia usaha Jawa Barat.

H. Nizar Sungkar: Legitimasi, Bukan Klaim

Di tengah kekisruhan ini, nama H. Nizar Sungkar muncul bukan sebagai figur kompromi, melainkan sebagai penegak legitimasi dan penyatu gerakan.

Musprov Hotel Preanger adalah momentum kembalinya marwah Kadin Jabar ke jalur konstitusional. Semua tahapan, mulai dari undangan resmi, verifikasi peserta, hingga pleno pemilihan, dijalankan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin Indonesia.

Artinya, tidak ada ruang tafsir untuk menyebut kepemimpinan Nizar sebagai “versi”. Ia adalah hasil sah dan final dari proses organisasi yang legitimate.

Lebih jauh, kepemimpinan Nizar menawarkan paradigma baru: “Satu Kadin Jabar, Satu Suara, Satu Masa Depan.”

Bukan retorika kosong, tapi panggilan untuk menghentikan perang dingin yang melelahkan. Dalam situasi ekonomi yang menantang, pengusaha tidak butuh dua organisasi yang saling serang — mereka butuh kepastian arah dan kebijakan yang berpihak pada dunia usaha.

Politik Bayangan di Balik Organisasi

Mari bicara jujur: konflik di tubuh Kadin Jabar bukanlah konflik ideologis. Ia adalah konflik kepentingan politik.

Ada pihak yang berupaya menjadikan Kadin sebagai alat legitimasi kekuasaan, bukan mitra strategis pemerintah.

Padahal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kadin sudah jelas: Kadin adalah organisasi independen dan non-partisan yang menjadi wadah tunggal dunia usaha. Bukan kepanjangan tangan birokrasi, apalagi perpanjangan nafsu politik.

Mereka yang mencoba menduplikasi struktur, menggelar musyawarah tandingan, dan menyebarkan narasi palsu sejatinya sedang bermain api. Mereka menukar kehormatan organisasi dengan kepentingan sesaat. Dan setiap kali mereka bicara atas nama Kadin, mereka sedang menggadaikan masa depan dunia usaha Jawa Barat.

Dunia Usaha Butuh Kepastian, Bukan Drama

Kita perlu berkata tegas: dualisme harus dihentikan sekarang juga.

Setiap jam yang dihabiskan dalam konflik adalah jam yang mencuri kesempatan dari pelaku usaha. Setiap pernyataan saling klaim menambah kebingungan investor dan menurunkan kredibilitas Jawa Barat di mata nasional maupun internasional.

Lihatlah provinsi lain — Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan — mereka bergerak cepat dengan Kadin yang solid dan aktif mendorong investasi.
Sementara kita di Jawa Barat, justru terjebak dalam drama berkepanjangan. Apakah kita rela melihat peluang lepas hanya karena ego yang tidak mau tunduk pada hasil Musprov sah?

Kembali ke Marwah Kadin: Rumah Bersama Dunia Usaha

Kini saatnya seluruh pengurus, anggota, dan simpatisan Kadin di Jawa Barat membuka mata dan menegakkan kepala.

Kita tidak sedang berjuang demi satu nama, tapi demi masa depan organisasi. Kadin Jabar harus kembali menjadi rumah bersama, tempat di mana perbedaan pandangan tidak melahirkan perpecahan, tetapi solusi.

Di bawah kepemimpinan H. Nizar Sungkar, Kadin Jabar punya peluang besar untuk meneguhkan kembali peran strategisnya: mitra sejajar pemerintah, jembatan aspirasi pengusaha, dan motor penggerak ekonomi daerah.

Namun, peluang itu hanya akan menjadi kenyataan bila seluruh elemen dunia usaha mau menutup bab konflik dan membuka bab kolaborasi.

Seruan untuk Bersatu

Sejarah akan mencatat siapa yang berdiri untuk persatuan, dan siapa yang menolak kebenaran.
Kini, panggilan itu bergema dari Bandung ke seluruh penjuru Jawa Barat:

“Hentikan dualisme! Satukan langkah! Wujudkan Kadin Jabar yang sah, kuat, dan berdaulat!”

Karena dunia usaha tak bisa tumbuh dalam bayang-bayang konflik.

Dan karena masa depan ekonomi Jawa Barat terlalu berharga untuk dikorbankan oleh ego segelintir orang.

Satu Kadin Jabar, Satu Suara, Satu Masa Depan.

Gerakan Persatuan Dunia Usaha Jawa Barat. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *