Busung Lapar

PERUT buncit, sementara bagian tubuh lainnya seolah hanya tulang terbungkus kulit. Itulah kondisi Hidayat, balita berusia 3 tahun warga Dusun Pulosari Desa Kalangsuria Kecamatan Rengasdengklok Kabupaten Karawang. Ia  diduga menderita busung lapar (honger odema) atau gizi buruk. Sebagaimana dimuat dalam harian ini, Jumat (29/1), selama ini anak laki-laki tersebut  hidup bersama neneknya, semenjak ibunya meninggal ketika Hidayat masih berusia 11 bulan. Sedangkan ayahnya  yang kini telah menikah lagi, meninggalkan bayi begitu saja. Menurut  Ayat (65),  sang nenek,  Hidayat kini hidup dengan dirinya yang berprofesi menjual sayuran matang berkeliling ke tetangganya.  “Pengahasilan saya  tidak jauh dari Rp 20 ribu per hari,” ungkap Ayat,  kepada Spirit Karawang, di rumahnya, Kamis (28/1). Bagaimanakah kita menanggapinya atas kenyataan bahwa di sekeliling kita masih ada anak yang menderita seperti itu? Boleh jadi macam-macam. Mungkin di antara kita ada yang menanggapinya dengan dingin saja. “Toh itu bukan urusan saya”. “Yang salah orang tuanya, mengapa menelantarkan anak  hingga menderita dengan neneknya”. Atau, boleh jadi kita hanya cukup berempati, sambil mengatakan itu  takdir Tuhan.

Di lain pihak,  di antara kita ada juga yang kemudian mengatakan ini sebuah dilema atau ironi di sebuah daerah kaya. Karawang sebagai lumbung padi nasional, terbesar se Jawa Barat dalam menyerap investasi, tertinggi se Indonesai upah minim kabupaten/kota (UMK)-nya, dll. Segala yang hebat berbau pembangunan ada di sini. Kabupaten ini pun pada waktu yang lalu pernah dipimpin seorang dokter, bahkan sebentar lagi yang bersangkutan akan memimpin untuk lima tahun ke depan. Sementara calon wakilnya adalah berlatar pendidikan pesantren. Sebuah perpaduan yang lengkap. Yang satu paham tentang  kesehatan termasuk gizi  buruk, yang satu sangat paham tentang bagaimana kewajiban memperlakiukan dengan baik kaun dluafa.

Lantas, bagaimana di Karawang tiba-tiba saja muncul anak yang bernama  Hidayat yang diduga menderita busung lapar? Apakah dia hanya setitik debu yang tidak perlu dipedulikan? Ya, boleh jadi dia kini hanya setitik debu. Saat ini boleh saja ia melambung ke atas diterbangkan angin (dibicarakan sesaat), namun toh akhirnya akan terjatuh lagi ke tanah dan tak akan terlihat lagi. Jika ada kasus seperti ini, kita jadi rindu zaman Orba. Siapaun pejabatnya akan panas dingin dan mohon ampun untuk diberi kesempatan menanganginya. Mereka sangat ketakutan jika dampak rawan daya beli (busung lapar) didengar Cendana.

Akhirnya, Hidayat bukan setitik debu. Ia menderita dalam kemiskinan nenek yang mengasuhnya. Kita tak perlu ragu untuk membantunya. Lebih dari iru, mudah-mudah dia segera ditangani, apapun penyakit yang dideritanya. Apakah busung lapar ataupun mungkin lever akut. Semoga nanti  ada dolter yang mau turun tangan memberi kesembuhan, sembari didorong doa mustajab oleh seorang kyai. Itu sebuah penanganan yang lengkap, yakni secara medis dan spiritual.***  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *